Kamis, September 18, 2008

Tragedi Zakat Pasuruan

Tragedi Zakat Pasuruan

Pasuruan, Jatim hari Senin 15 September 2008 telah terjadi kisah tragis tewasnya 21 orang pada acara pembagian zakat di rumah H. Syaicon. Para korban, semuanya wanita, tewas terinjak-injak ditengah kerumunan ribuan orang yang saling berebut untuk mendapatkan zakat uang sejumlah Rp 30.000,-

Apakah zakat itu ?

Secara harfiah zakat berarti "tumbuh", "berkembang", "menyucikan", atau "membersihkan". Sedangkan secara terminologi, zakat merujuk pada aktivitas memberikan sebagian kekayaan dalam jumlah dan perhitungan tertentu untuk orang-orang tertentu sebagaimana ditentukan.

Mengapa tragedi tewasnya 21 orang sampai terjadi ?

Hal tersebut dapat dilihat dari beberapa aspek.
A. Pemberi
Pemberi zakat sebenarnya mempunyai niat baik untuk memberikan bantuan kepada kaum miskin, tetapi cara yang dilaksanakan dengan memberikan langsung kepada orang yang datang berkumpul ke rumahnya terasa kurang pas. Cara ini cocok untuk jumlah yang sedikit, tetapi menjadi tidak sesuai jika melibatkan ribuan massa apalagi di ruangan yang sempit. Dengan alasan ingin mendapat terlebih dahulu dan atau takut kehabisan barang/uang yang akan dibagikan, massa akan bergerak tanpa terkontrol sama sekali. Hal inilah yang menyebabkan crowded, sehingga menimbulkan jatuhnya banyak korban. Timbul pertanyaan, tidakkah ada faktor ke"aku"an yang muncul dalam pelaksanaannya ?

B. Penerima
B.1 Kemiskinan
Kemiskinan menimbulkan kejahatan dan kebodohan, demikian kata pepatah. Uang Rp 30.000,- bagi seorang anak di Pondok Indah mungkin tidak begitu berarti, tetapi bagi sebagian orang (miskin) jumlah itu cukup banyak dan layak untuk diperebutkan dengan sesama. Begitu menariknya nilai uang tersebut sehingga menyedot ribuan orang untuk datang mengerubunginya. Benarkah pernyataan pemerintah yang menyatakan jumlah orang miskin di Indonesia berkurang ?. Jangan-jangan itu hanya permainan angka saja, padahal secara subtansial tidak ada perubahan yang signifikan.

B.2 Budaya
Budaya kita adalah budaya rebutan, bukan budaya antri; budaya jalan pintas, bukan menuruti jalan aturan. Lihat saja dikeseharian kita, meski jalan melawan arah asal lebih dekat maka itulah yang dijalani. Sesuatu yang tidak beraturan akan menyebabkan kekacauan dan kemungkinan akan jatuh korban. Tidakkah karena para calon penerima zakat tersebut ingin lebih dahulu dan takut tidak kebagian menyebabkan mereka saling berdesak-desakan, dan akibatnya kita sudah tahu sendiri, korbanpun jatuh bergelimpangan.

C. Pemerintah
C.1 Budaya yang dikembangkan
Pemerintah sebagai pemegang mandat dalam mengelola negara kelihatannya kurang berhasil dalam melaksanakan tugasnya. Jika dalam UUD jelas tertulis bahwa kaum fakir miskin dan gelandangan dipelihara oleh negara (baca pemerintah), apakah hal tersebut sudah dilaksanakan dengan baik dan benar ?. Karena tidak seorangpun ingin hidup dalam kemiskinan. Hal yang selama ini dilakukan pemerintah dalam membantu keluarga miskin adalah dengan memberikan BLT (Bantuan Langsung Tunai), memberikan ikan bukan pancing. BLT yang nilainya Rp 100.000,- per bulan dan diberikan tiap triwulan ludes dalam sekejap tanpa jejak. Tidakkah BLT merusak pola pikir kaum marginal (rakyat), membuat mereka selalu menunggu bantuan dan bantuan.

C.2 Krisis kpercaayaan
Dalam pernyataannya di salah satu stasiun teve belum lama ini, seorang pemberi zakat menyatakan tidak percaya kepada badan penyalur zakat dalam pelaksanaannya. Karena mereka tidak yakin apa yang mereka sumbangkan akan sampai ketujuan dengan benar. Ini tentunya tidak terlepas dari maraknya "budaya korupsi" yang berkembang di tengah kehidupan di negara ini. Sehingga hampir tidak ada lagi yang dapat dipercaya seorangpun tidak.

Belajar dari tragedi pembagian zakat di Pasuruan, marilah kita semua instropeksi diri sehingga kejadian serupa tidak terulang lagi dikemudian hari.

Salam.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar