Hasil Real Count KPU dan Quick Count
Hasil hitung manual, yang merupakan hasil perhitungan resmi KPU Jakarta
untuk pemilihan Gubernur/ Wakil Gubernur DKI Jakarta dari KPU secara resmi
belum keluar karena masih dalam proses penghitungan. Berdasarkan data
sementara Komisi Pemilihan Umum (KPU), pemilih berjumlah 7.218.279
sedangkan partisipasi sebesar 5.563.425, Kompas.com Jumat, 17 Februari 2017.
Dari Real Count KPU Jakarta dan beberapa lembaga survey telah mengeluarkan
hasil akhir quick count mereka, seperti terlihat pada tabel di atas. Semuanya
menempatkan paslon nomor urut 2 (pasangan Petahana) BASUKI TJAHAYA PURNAMA / DJAROT SAIFUL HIDAYAT unggul atas dua paslon
lain.
Berdasarkan ketentuan pemenang adalah mereka yang berhasil meraih minimum jumlah
suara 50% + 1 suara, ternyata tidak ada yang berhasil meraihnya. Oleh karenanya
akan diadakan pemilihan putaran ke-dua, yang hanya menyertakan peraih suara
terbanyak satu dan suara terbanyak kedua, yaitu Paslon nomor urut 2 dan Paslon
nomor urut 3. Pemilihan putaran ke-dua ini dijadwalkan akan berlangsung pada
tanggal 19 April 2017.
Setelah diwarnai aksi demo ber-jilid-jilid oleh para penentangnya yang
menuntut agar Ahok segera ditangkap dan dinon-aktifkan sebagai Gubernur DKI
Jakarta, ternyata Paslon nomor urut 2 masih bisa mengungguli kedua pesaingnya,
walau belum dinyatakan sebagai pemenang karena perolehan suara tidak mencapai
50%+1 suara.
Isu SARA (suku,
agama, ras, dan antargolongan) yang memojokkan
Paslon nomor 2 khususnya Ahok, terus berkembang selama masa sosialisasi
(kampanye). Aksi massa terhadap Ahok, terutama disebabkan oleh pernyataannya di
Kepulauan Seribu tgl. 27 September 2016, yang dituduh telah menistakan agama. Pidato Ahok di Pulau Pramuka, Kepulauan Seribu, 'menjadi
amunisi' bagi kalangan yang sejak awal sudah menolaknya. Para pendemo
menuntut agar Ahok segera ditetapkan menjadi tersangka penistaan agama dan
harus segera ditangkap. Kemudian aksi massa diadakan ber-jilid-jilid dalam skala
besar, dengan satu tujuan menjatuhkan Ahok.
Aksi 411, Jumat 4 Nopember 2016 dilakukan di Jakarta dengan mengatasnamakan
organisasi keagamaan tertentu, menuntut proses hukum terlapor dugaan penodaan agama Basuki Tjahaya
Purnama. Demo ini berbuah dengan ditetapkannya Ahok sebagai tersangka. Status
tersangka yang ditetapkan kepada Ahok, kemungkinan tidak terlepas dari tekanan
yang dilakukan oleh penentangnya melalui aksi ini. Jika benar status tersangka
karena tekanan massa, dikhawatirkan akan menjadi preseden buruk dikemudian
hari.
Aksi 212, Jumat 2 Desember 2016 dilakukan di
Jakarta dan dipusatkan di Monas masih atas nama organisasi keagamaan, aksi ini
merupakan peristiwa penuntutan kedua terhadap Ahok pada tahun 2016 setelah
unjuk rasa sebelumnya terjadi pada 4 November 2016. Tuntutannya adalah agar Ahok segera ditangkap.
Ditengah hujan gerimis, Presiden Joko Widodo hadir dalam acara ini dan disambut
hangat oleh para peserta aksi.
Aksi 112, Sabtu 11
Februari 2017 aksi yang dilakukan organisasi keagamaan tertentu beberapa hari
menjelang pencoblosan Pilkada serentak 15 Februari 2017. Walaupun disebutkan bahwa
aksi ini adalah murni kegiatan keagamaan, tapi mungkin sulit mengatakan tidak
bermuatan politis. Karena setiap kali aksi diadakan, topik utamanya adalah
bagaimana agar Ahok (paslon nomor urut 2) segera ditangkap dan dinonaktifkan
sebagai Gubernur DKI Jakarta.
Aksi 212 jilid 2,
Selasa 21 Februari 2017, ditengah hujan yang sudah turun dari malam hari dan
banjir disana-sini, para pelaku yang mengatas-namakan dari organisasi keagamaan
tertentu tetap melaksanakan aksinya ke depan gedung DPR/MPR RI. Masih dengan
tuntutan yang sama, agar Ahok segera diberhentikan dari jabatan Gubernur DKI
Jakarta dan segera ditahan.
Pilkada DKI Jakarta Putaran Ke-dua
Putaran ke-dua pemilihan
Gubernur DKI Jakarta akan segera digelar pada 19 April 2017. Siapakah yang akan
dipilih oleh rakyat Jakarta untuk menjadi Gubernur, biarlah rakyat Jakarta yang
akan menentukannya.
Dengan merujuk hasil
Real Count KPU pada Pilkada DKI Jakarta
- Agus HY / Sylvy = 17,05 %
- Basuki TP / Djarot SH = 42,91 %
- Anies B / Sandiaga = 40,05 %
Sementara Golput (tidak
melaksanakan hak pilih) mencapai sekitar 23 % (1.570.185 jiwa), Detik.com Jumat 17 Feb 2017.
Jika pada putaran ke-dua
ini, pemilih pada putaran pertama dianggap tetap akan memilh paslon yang telah
dipilihnya pada putaran pertama, maka yang akan diperebutkan adalah suara dari
pemilih paslon 1 dan yang golput.
Estimasi sebaran pemilih Paslon nomor 1 pada putaran ke-dua
Jika dilihat dari
basis massa pendukung partai masing-masing paslon, basis massa partai pendukung
paslon nomor 2 :
PDIP – Nasionalis
Golkar –
Nasionalis
Hanura –
Nasionalis
Nasdem – Nasionalis
Basis massa pendukung
dari partai pendukung paslon 3 :
Gerindra - Nasionalis
PKS - Agama
Sedang basis massa dari empat partai pendukung
paslon nomor 1, yang suaranya akan diperebutkan, yaitu :
Partai Demokrat -
Nasionalis
PPP -
Agama
PKB - Agama
PAN - Agama
Terlihat bahwa basis massa
pendukung paslon 1 kebanyakan adalah dari partai yang berbasiskan agama.
Sehingga kemungkinan pemilih berbasis agama pemilih paslon 1 akan beralih ke
paslon 3 yang mempunyai partai pendukung berbasis agama juga. Sedang massa dari
partai Nasionalis masih belum jelas, tapi mungkin mereka juga akan beralih ke
paslon 3 atau golput.
Jika semua
suara paslon 1 beralih ke paslon 3, menjadi tantangan yang berat bagi paslon 2 di
putaran ke-dua. Tinggal harapannya pada mereka yang tidak menggunakan hak
suaranya (golput) yang mencapai angka 23 % (1.570.185 jiwa). Jika bisa mengambil suara dari
mereka, maka pertarungan masih akan berimbang.
Potensi meraih suara golput
Mengapa mereka golput
?? Bagaimana meraih suara dari kaum
golput ??
Dua pertanyaan yang
harus dijawab terlebih dahulu untuk mendapatkan suara mereka. Kemungkinan
penyebab golput, antara lain :
- Kurangnya Sosialisasi.Sosialisasi diperlukan, selain sosialisasi waktu dan tempat pencoblosan diperlukan juga sosialisasi tentang pentingnya memilih. Sehingga masyarakat sadar dengan memilih sekarang akan menentukan masa depan daerahnya lima tahun ke depan.
- Waktu PencolosanWaktu pencoblosan berbenturan dengan kesibukan aktifitas dari calon pemilih. Dengan membuat hari pemilihan adalah hari libur, sebenarnya sudah tepat, walau bisa juga para pemilih akan pergi berliburan juga.
- Kurang mengenal sosok CalonPemilih kurang mengenal sosok calon sehingga tidak tertarik untuk memilih.Untuk itu diperlukan peran aktif paslon untuk memperkenalkan diri dan program kerjanya ke masyarakat.
- ApatisSetelah berkali-kali mengalami pergantian peminpin, masyarakat tidak merasakan adanya perubahan apapun, menyebabkan timbulnya pikiran apatis ditengah masyarakat.Untuk mengatasinya, paslon perlu menunjukkan hasil kerja, atau program kerja yang masuk diakal calon pemilih. Bukan janji-janji surga, yang bisa menjadi cibiran calon pemilih.
- Keterbatasan Lembar Suara dan Rentang Waktu PencoblosanSaat pelasanaan Pilkada kemarin, masih terdengar keluhan pemilih yang hendak melaksanakan hak pilihnya tapi lembar kertas suara sudah habis. Ada juga karena keterbatasan waktu, berhubung waktu pencoloksan sudah ditetapkan pukul 08.00-13.00 waktu setempat. Sehingga bagi mereka yang datang di luar waktu tersebut sudah tidak dilayani lagi untuk melaksanakan hak pilihnya.Untuk itu perlu kiranya diantisipasi kekurangan lembar suara di tiap TPS (Tempat Pemungutan Suara) dan rentang waktu pencoblosan bisa disesuaikan/ ditambah.Seputar Isu di putaran ke-duaPemilih dalam Pilkada DKI Jakarta 2017 terpecah menjadi dua golongan; pemilih emosional dan pemilih rasional. Pemilih yang mengedepankan emosional, saat ini dinilai cukup tinggi. Metrotvnews.com Rabu, 30 Nov 2016.Beberapa isu yang mungkin masih akan ada di putaran ke-dua :
- Program Kerja
- Isu Sara
- Isu Politik Uang
Program
Kerja
Program kerja, merupakan gambaran apa
yang akan dilakukan oleh paslon jika terpilih nanti. Dengan mengadu program
kerja para paslon bersaing meraih hati para calon pemilih. Seperti bagaimana program
kerja (solusi) untuk beberapa hal yang masih ada di Jakarta, antara lain :
- Kemacetan
- Banjir
- Kesejahteraan Sosial
Isu program kerja menarik bagi para
calon pemilih rasional, tapi tidak menarik bagi calon pemilih emosional. Bagi pemilih emosional, yang lebih mengutamakan perasaan,
apapun program yang ditawarkan ataupun yang telah berhasil dikerjakan paslon
tidak akan menarik perhatiannya.
Isu SARA
Isu ini mungkin masih akan ada pada putaran ke-dua. Karena
bagi pemilih emosional, isu ini jauh lebih menarik dari pada program kerja yang
ditawarkan oleh paslon. Apalagi ada paslon yang masih terbelit masalah dugaan
penistaan agama, yang hingga saat ini masih diproses di pengadilan. Ini menjadi
“amunisi” yang tiada habisnya bagi para penentang untuk terus menolak paslon tersebut.
Terkadang isu ini jauh lebih besar gaungnya dari pada isu program kerja.
Poitik Uang
Untuk mendapatkan suara, terkadang politik uang, dalam
berbagai bentuk mungkin masih ada yang melakukannya. Politik uang adalah isu
yang sulit untuk dibuktikan, seperti “buang angin” terasa ada terkatakan tidak.
Tapi seharusnya para calon pemilih sudah cerdas untuk menyikapi politik uang
ini, jika ada.
Jadi pilihannya, kembali terserah ke masyarakat Jakarta.
Apakah akan memilih berdasarkan rasionalitas program kerja untuk kemajuan
Jakarta atau malah berdasarkan emosional primordialisme, yang menimbulkan
pernyataan “asal bukan si polan”.
Selamat memilih di putaran ke-dua
Tidak ada komentar:
Posting Komentar